#62 itikkecil dan pertanyaan hari ini

satu saja pertanyaan saya buat para ABG yang berkeliaran di jalan malam ini.
Yakin pacar/gebetanmu sayang sama kamu?
Buktinya dia gak pake helm tuh. buktinya kamu gak disuruh pake helm. buktinya lagi dia tetep ngebut dan ngelawan arus.
Jadi, yakin dia sayang sama kamu?

PS : Gara-gara liat seabrek ABG yang pacaran sambil naik motor tanpa pake helm. dan sumpah mati, bukan berarti saya iri.

#56 itikkecil dan curhat

Sungguh, curhat yang kemarin saya dengarkan membuat saya ingin berteriak ke si mbak yang curhat ini : “He’s not into you!”

Ok. Jika ada seseorang yang ketika anda menelpon dan meng SMS hanya membalas “Jangan sekarang. saya lagi sibuk” IMHO, dia sedang tak ingin diganggu oleh anda. bukannya malah membombardirnya dengan SMS dan segala ancaman. Telpon dan SMS anda tak pernah direspon bukan? Anda mengancam buat bunuh diri juga dicuekin kan? Continue reading

#43 itikkecil dan hari Senin

Apa yang terjadi di Senin ini?
bangun kesiangan. telat masuk kantor. bete.Β  pusing karena terpaksa balik ke kacamata lama karena kacamata baru patah. tak dapat inspirasi untuk ngeblog. memasukkan data untuk survey kecil-kecilan yang sedang dilakukan di kantor. dan ternyata ada ketidakkonsistenan dalam menjawab survey ini. hehehe
Beberapa kuesioner yang saya baca pas ditanya ngapain aja pas pacaran jawabannya paling sampai dicium kening. tapi pasti ditanya pernah atau tidak berhubungan seks jawabannya pernah.
eh, tapi jangan khawatir dik Mario, berdasarkan survey ini juga. sepertinya yang terbanyak yang dilakukan pada saat pacaran hanya ngobrol dan pegangan tangan. dan juga estimasinya sekitar 10% mahasiswa tidak pernah pacaran.

Dan voila! jadilah postingan untuk hari Senin ini.

 

Remaja bertanggung jawab

Slogan remaja bertanggung jawab adalah slogan yang dari dulu sampai sekarang selalu dielu-elukan organisasi tempat saya mengabdikan diri sekarang. Dulu, saya sempat mentertawakan slogan ini. karena, jujur saja menurut saya slogan ini begitu gombal. tapi sekarang sepertinya saya harus mengubah pola berpikir saya.

Ketika saya menghadapi curhat seorang remaja akhir (maksudnya sudah berusia 24 tahun) yang ngotot untuk aborsi karena hamil di luar nikah dan menghadapi banyak kendala antara lain karena beda agama dengan pasangan, takut menghadapi keluarga dan lingkungan dan akhirnya memutuskan untuk aborsi.

Dalam banyak hal saya memang terbuka, saya tidak peduli dengan orientasi seks seseorang. saya juga tidak peduli apakah orang itu mau melakukan seks di luar nikah. tapi dalam hal ini, saya pro-life. saya amat menentang aborsi. oleh karena itu dalam satu jam percakapan dengan klien yang satu ini, saya berusaha untuk meyakinkannya untuk tetap mempertahankan janinnya. dan sia-sia.

Sebelum menghadapi klien tersebut, saya berdiskusi dengan seorang kolega tentang kasus seperti ini. dan saya sepakat dengan teman saya tersebut. “Harusnya seseorang berani menghadapi konsekuensi dari perbuatannya”.

Setelah itu saya jadi berpikir banyak. klien tersebut tidak berani menghadapi keluarga dan lingkungannya. dan karena itu memutuskan untuk membuang janin yang sudah tumbuh di perutnya. berarti dia tidak mau mengambil tanggung jawab dari perbuatan yang sudah dilakukannya.

Saya sadar kalau konsep remaja bertanggung jawab tersebut memang mudah untuk diucapkan tetapi amat sulit dilakukan. seandainya seorang remaja benar-benar bertanggung jawab, remaja tersebut tidak akan melakukan hal-hal yang beresiko terhadap dirinya sendiri termasuk melakukan hubungan seks di luar nikah.

Dan akhirnya saya jadi lebih menghargai seorang Sheila Marcia yang berani untuk meneruskan kehamilannya walaupun menghadapi banyak kendala.