My afternoon visit

SMS itu datang dari nomor yang tidak dikenal tiga minggu yang lalu, ternyata isinya adalah

Mbak Ira, apa kabarnya, maaf W**** baru bisa sekarang kirim sms ke mbak. mbak masih inget ama aku kan, waktu pelatihan pkbi di hotel paradis. Mbak, aku mau tanya, gimana caranya kalau mau pinjem modal buat buka usaha. tempo hari aku udah ngajuin proposal yang pelatihan satu minggu yang dari ILO, tapi sampai sekarang belum ada kabar dan kejelasannya. bukannya aku mengharap bantuan pinjaman modal dari ILO, untuk orang-orang ODHA seperti aku, tapi kemana lagi mau cari pinjaman modal buat buka usaha. aku kasihan dengan kedua orangtua aku, kalau bisa aku mau meringankan beban mereka. aku minta tolong cari informasinya ya mbak, W**** tunggu jawaban dari mbak Ira.

Ternyata sms dari W****, waria yang dengan berani membuka status HIV nya di hadapan teman-temannya. Pada saat baca SMS itu, saya sempat bingung sendiri. Rasanya W**** ini mengajukan proposal ke ILO biar dapet pinjeman modal. Pas saya kontak teman saya di PKBI yang mengurusi soal ini, Apiet bilang kalau proposal W**** belum tentu disetujui soalnya harus bersaing dengan ODHA lain yang juga.

Saya bingung, saya bukanlah orang yang kaya raya yang bisa memberikan bantuan modal untuk orang-orang seperti ini. SMS ini sempat tidak saya balas beberapa hari. Dan akhirnya ketika saya ingat untuk membalas SMS ini, yang saya katakan hanya saya akan berusaha untuk mencari program yang bisa membantu W****.

Beberapa hari kemudian, Yayak, Project Manager program HIV/AIDS yang kebetulan kenal juga dengn W**** cerita kalau W**** kirim SMS memberitahukan kalau W**** akan pindah ke luar kota untuk mencari kerja. Saya merasa bersalah dan agak menyesal juga. Berarti W**** pindah karena tidak dapat pinjaman modal untuk buka usaha 😦 .

Sehari sebelum puasa, Yayak kasih tau kalau kondisi W**** drop dan rencananya teman-teman dari PKBI mau menengok W**** di rumahnya. Saya langsung bilang kalau saya juga mau ikut.

Sampai di rumahnya, saya lihat keadaannya benar-benar parah. W**** sudah susah bernafas, perutnya pun membengkak. Yang membuat saya tidak bisa menahan tangis adalah melihat ayahnya yang dengan penuh kasih sayang membelai kepalanya. Saya jadi mikir, W**** termasuk beruntung, dengan keadaan yang seperti itu, keluarganya selalu ada di sampingnya dan bisa menerima W**** apa adanya. Dan setelah melihat keadaan rumahnya, saya sadar kalau keluarganya termasuk keluarga yang mampu. Tapi kenapa W**** ingin pinjam uang untuk modal?

Sebelumnya Yayak juga sempat cerita, kalau W**** ini tinggal di rumah yang terpisah dari keluarganya, bukan karena diusir keluarganya tapi karena keinginannya sendiri. “Itu kan artinya ia mendiskriminasi dirinya sendiri”, saya sempat komentar gitu ke Yayak. Kata Yayak, karena W**** tidak ingin merepotkan keluarganya.

Dan pada saat kami menengoknya itu, kondisinya benar-benar memburuk. W**** semakin susah bernafas. Dan di sana ia sempat mengatakan minta maaf pada semua orang, minta semua keluarganya berkumpul. Ia meminta kepada adik satu-satunya untuk menjaga kedua orangtuanya. Ia juga minta maaf kepada kedua orangtuanya karena tidak pernah bisa membahagiakan kedua orangtuanya. Syukurlah, pada saat kami pamit pulang, keadaannya membaik. Ia tertidur di pangkuan ibunya.

Akhirnya saya sadar, yang dilakukan W**** adalah demi sebuah pride. Kebanggaan kalau walaupun ia ODHA dan waria ia masih bisa berguna untuk keluarganya. Masih bisa melakukan hal-hal yang berarti dalam hidupnya. Selain itu, dukungan dan penerimaan dari keluarganya membuatnya lebih kuat. Banyak sekarang orang yang terinfeksi HIV dibuang dari keluarganya, diperlakukan berbeda atau diabaikan. Pengabaian ini yang sebenarnya membuat kondisi mereka drop dengan cepat.

Ketika pulang saya masih merenung, memikirkan kondisi W**** yang semakin parah. Memikirkan kalau tantangan yang dihadapi Palembang sekarang bukan hanya soal bagaimana agar HIV tidak menular ke semakin banyak orang. bukan cuma soal itu. Yang dihadapi sekarang adalah bagaimana menangani orang-orang yang sakit karena AIDS. Menghadapi stigma dan diskriminasi yang mungkin akan terjadi. Karena bagaimanapun juga cap buruk kalau HIV hanya tertular kepada orang-orang bejat semacam PSK dan waria itu masih ada. Apalagi kalau lihat kasus ini dimana W**** adalah waria yang suka berganti pasangan.

Saya jarang curhat soal pekerjaan kepada si nyet, karena ia tidak suka mendengar cerita soal waria dan AIDS (see, even the closest person in my life still have a stigma). Sore itu ketika pulang saya masih sedih, dan saya merasa perlu cerita. Komentarnya sungguh di luar dugaan. “Kasihan ya Ra. Kalau denger cerita yang seperti ini, jahat banget kalau ada orang yang korupsi dana bantuan untuk HIV sementara ada orang yang sekarat karena belum ada obat untuk HIV”. Indeed babe, i consider them as criminals.

Si nyet menambahkan ‘Dan kayaknya, orang-orang kayak kalian itu buang-buang uang saja. Kalian bikin pertemuan di hotel berbintang padahal dananya bisa digunakan untuk meminjamkan uang ataupun memberikan bantuan obat kepada mereka’. Saya tersentak mendengar hal ini. Mungkin benar nyet, sekarang kami salah menaruh prioritas apa yang seharusnya dikerjakan.

55 thoughts on “My afternoon visit

  1. “Kasihan ya Ra. Kalau denger cerita yang seperti ini, jahat banget kalau ada orang yang korupsi dana bantuan untuk HIV sementara ada orang yang sekarat karena belum ada obat untuk HIV”

    setujjuuu abisss dengan perkataan ini!!!
    orang-orang seperti ini (yang ngorupsi dana bantuan) kurang ajar banget, apa mereka pernah membayangkan seandai-nya yang ter-infeksi adalah salah satu dari keluarga mereka, mereka pasti kalang kabut…iya gak? 😡

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.