Seperti janji saya sebelumnya, postingan kali ini adalah pictorial dari perjalanan saya seminggu yang lalu ke daerah perbatasan Sumatera Selatan dan Jambi dalam rangka penelitian tentang suku anak dalam. Banyak gambar yang jelas dan maafkan saja kalau jadinya berat untuk dibuka. dan juga ada foto saya *uhuk*, entah kenapa saya sekarang suka sekali difoto jadi jangan protes ya. Soal curhat saya selama ikut penelitian ini sudah saya tulis di beberapa post sebelumnya. jadi rasanya tak perlulah saya posting tentang keluhan saya selama di sana.
Saya bersama tim menjelajahi daerah Sungai Lilin dan Bayung Lencir untuk mencari informasi tentang keberadaan suku anak dalam dan saya akhirnya pergi ke daerah-daerah yang selama ini belum pernah terdengar dan beberapa sepertinya tak ada di peta termasuk di google map.

jalan menuju lokasi
Rata-rata keadaan jalan menuju lokasi adalah seperti ini: jalanan berbatu yang kalau panas penuh dengan debu dan kalau hujan dipastikan berlumpur. Dan setiap hari rata-rata kami membutuhkan waktu 1 – 3 jam untuk sampai ke lokasi yang kami tuju.

ikan tapa
Soal makanan untungnya saya bukan termasuk orang yang rewel. selama masih layak untuk dimakan pasti akan saya makan dan karena daerah sana penuh dengan perusahaan minyak dan perusahaan kelapa sawit, restoran dan rumah makan bertebaran di mana-mana. mau ikan, ayam sampai bebek pun dijual. kecuali daging yang selama saya di sana tidak pernah terlihat jualannya.
Ketika kami ke tempat yang bernama sungai Bangsa, kami menemukan sekelompok suku anak dalam yang terasing. perjalanannya tidak terlalu jauh. hanya berputar-putar mengelilingi kebun sawit. kalau saya dilepaskan di sana sendirian pasti akan tersesat.

kepala suku anak dalam

perempuan suku anak dalam

yang dibisikkan ke anak ini adalah "kalau kamu nakal nanti kamu akan difoto oleh ibu itu."

anak-anak suku anak dalam

ibu muda dan anaknya - suku anak dalam

tamu bersama tuan rumah. saya bahagia bisa foto bersama kepala suku anak dalam
Salah satu hal yang menurut saya memprihatinkan *nada pak SBY* anak-anak ini tidak bersekolah karena letak sekolah yang jauh dari tempat mereka bermukim. dan satu hal lagi, tembakau merupakan bagian dari hidup mereka. setiap orang dewasa sepertinya merokok.
Besok parade foto-foto ini masih berlanjut. tetapi sebelum saya pergi *eh*. terimalah persembahan dari saya berikut ini… mwahahaha…

bagaimana? cocok tidak untuk jadi iklan sukses berbisnis MLM? *eh* *ditimpuk massa*
Wuih, kepala sukunya pakai arloji! (woot)
Rokok linting? Itu ngelintingnya pakai apaan yak?
suku anak dalam sama suku kubu itu sama ga sih?

*tiba-tiba teringat Opa NH*
@Farijs
rata-rata mereka memang pakai arloji.
tapi gak ngerti deh mereka melintingnya pakai apa…
@Chichi
sama Chic.. cuma mereka tak mau disebut suku kubu karena dianggap merendahkan.
perasaan saya.. gadis2 suku anak dalam itu… cantik2, ya….
*ngelihatin foto2 mbak empunya blog
dengar cerita tentang mereka waktu ke Bengkulu kapan itu π
kasihan sekali karena tempat hidupnya semakin tergusur
teman di sana cerita, manakala istrinya sulit melahirkan, maka dibantu oleh orang-orang suku anak dalam ini. pertama-tama mereka melakukan ritual dan kemudian memberikan air kemasan kepada si ibu, dan syukurlah dimudahkan lahiran itu.
selain itu, ada isu yang beredar kalau mereka ini malas. apa benar, mbak?
wah pengalaman yang menarik dan foto-foto yang bagus
@Putri
saya bukan suku anak dalam….
@goop
tepatnya bukan malas. tapi mereka kesulitan mendapatkan akses ke pendidikan sehingga yang bisa mereka lakukan adalah menjadi buruh harian dengan upah yang rendah di perkebunan kelapa sawit di sekitar mereka.
bagaimana mereka mau maju kalau untuk bersekolah saja perlu waktu dua jam?
@agussupria
terima kasih