
Jalan menuju Desa Pagar Desa
Tahun 2011, saya mengunjungi desa Pagar Desa yang berada di kabupaten Musi Banyuasin. Sepanjang jalan menuju ke sana, kami melewati deretan panjang pepohonan. Kalau anak sekarang bilang sih instagrammable. Sayangnya deretan panjang pepohonan itu ternoda bekas kebakaran hutan. Nampaknya perusahaan nakal dan sebagian warga di sana memilih cara pintas untuk membuka lahan, dengan cara membakar semak maupun pepohonan. Akibat pembakaran hutan ini, setiap tahun di Sumatera Selatan sering terjadi bencana asap.
Pemandangan menuju desa Pagar Desa itulah yang kembali terlintas ketika saya diundang untuk mengikuti Forest Talk with Bloggers yang diadakan oleh Yayasan Doktor Sjahrir pada hari Sabtu (23/3) di Kuto Besak Theater and Restaurant Palembang. Desa Pagar Desa yang terletak in the middle of nowhere itu dikelilingi oleh hutan yang dipenuhi oleh keanekaragaman hayati. Pada kesempatan ini, sekitar 40 orang blogger diajak untuk berbincang dengan beberapa orang narasumber tentang serba serbi hutan di Indonesia termasuk tentang Perhutanan Sosial. Yayasan Doktor Sjahrir adalah Organisasi Nirlaba yang dibentuk untuk meneruskan misi sosial almarhum Dr Sjahrir. Lembaga bergerak lintas sektor, termasuk bidang pendidikan, kesehatan, dan lingkungan.

Sekitar 40 blogger hadir di acara ini
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup, hutan adalah suatu wilayah dengan luas lebih dari 6,25 ha dengan pohon dewasa lebih tinggi dari 5 meter dan tutupan kanopi lebih dari 30%. Berdasarkan laporan State of the Forest Indonesia, pada tahun 2018 wilayah kawasan hutan di Indonesia adalah 120,6 juta hektar yang terdiri dari hutan produksi, hutan konservasi dan hutan lindung.

Mas Amril Gobel sebagai moderator membuka acara Forest Talk with Bloggers
Acara ini dipimpin oleh moderator mas Amril Gobel dan dibuka oleh ibu Amanda Katili Niode, manager Climate Reality Indonesia. Menurut ibu Amanda, akibat dari perubahan iklim pada tahun 2018 60 juta orang terdampak cuaca ekstrem secara global. Sementara di Indonesia trjadi 2481 bencana dan 97% merupakan bencana hidrometeorologi.

Ibu Amanda Katili Niode dari Climate Reality Indonesia
Sementara ibu Atiek Widayati dari Tropenbos Indonesia membahas tentang permasalahan utama dari pemanfaatan hutan yaitu laju deforestasi yang tinggi, degradasi lahan, emisi rumah kaca yang tingi akibat perubahan tata guna lahan dan kebakaran hutan.
Beberapa solusi yang disarankan adalah pembangunan koridor ekologi, mendukung pelestarian hutan yang ada, mendukung hasil hutan bukan kayu, dan mendukung produksi dan produk kayu berkelanjutan.

Ibu Atiek Widayati dari Tropenbos Indonesia
Ibu Murni Titi Resdiono dari Kantor Urusan Khusus Presiden Bidang Pengendalian Perubahan Iklim memaparkan tentang upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam rangka emisi sektor kehutanan. Di antaranya adalah pencegahan pembalakan liar, kebijakan moratorium, penanaman di kawasan hutan, rehabilitasi hutan dan lahan, rehabilitasi mangrove, reklamasi lahan pasca tambang, penanaman dengan tanaman perkebunan, perluasan perkebunan di tanah terlantar. Pemerintah juga membuat program prioritas pembangunan desa melalui produk unggulan kawasan pedesaan, Badan Usaha Milik Desa, Embung Desa dan Sarana Olahraga Desa.

Ibu Murni Titi Resdiono dari Kantor Urusan Khusus Presiden Bidang Pengendalian Perubahan Iklim
Guna melestarikan hutan, salah satu program yang diadakan adalah program perhutanan sosial. Program perhutanan sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara, atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan masyarakat setempat untuk meningkatkan kesejahteraan, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial. Program perhutanan sosial diharapkan dapat mengurangi laju deforestasi, pembakaran hutan dan juga meningkatkan tutupan hutan di lahan kritis.
Sebagai narasumber terakhir adalah Janudianto dari Desa Makmur Peduli Api (DMPA). DMPA merupakan salah satu program perhutanan sosial yang cukup berhasil. Latar belakangnya sih karena maraknya kebakaran hutan sehingga Asian Pulp & Paper membentuk DMPA. DMPA dibentuk sebagai bagian dari upaya memitigasi kebakaran dan lahan di sekitar wilayah konsesi perusahaan. Konsep DMPA adalah pemberdayaan masyarakat yang dipadukan dengan upaya pelestarian lingkungan. Masyarakat diarahkan bercocok tanam holtikultura, tanaman pangan, peternakan, perikanan, serta mengolah makanan baik untuk dikosumsi ataupun dijual. APP Sinar Mas memberikan pendampingan mulai dari penyediaan alat, benih, pendampingan, hingga membantu memasarkan produk. Selain itu, warga desa maupun kelompok tani mendapatkan bantuan peralatan pencegahan kebakaran hutan. Insentif juga disediakan bagi desa yang mampu menjaga wilayahnya dari kebakaran.

Bapak Janudianto dari Desa Makmur Peduli Api
Ternyata desa Pagar Desa merupakan salah satu Desa Makmur Peduli Api yang berada di provinsi Sumatera Selatan. Meskipun tidak diikutsertakan pada pameran yang ada pada acara ini, tetapi membaca bahwa desa Pagar Desa merupakan salah satu dari Desa Makmur Peduli Api merupakan hal yang melegakan. Semoga kebakaran hutan tidak terjadi lagi sehingga tidak merusak hutan yang ada di sekitar desa Pagar Desa.
Hingga akhir tahun 2017, APP Sinar Mas telah menyalurkan bantuan Rp. 28 milyar untuk 160 desa di Sumatera dan Kalimantan. Di acara Forest Talk ini juga dipamerkan hasil produksi Desa Makmur Peduli Api. Mereka menyediakan berbagai produk makanan maupun minuman seperti abon, keripik, kopi dan bubuk jahe. Saya membawa pulang bubuk jahe dan rasanya jauh lebih enak daripada bubuk jahe yang dijual di supermarket.
Setiap Desa Makmur Peduli Api memiliki produk unggulan yang berbeda-beda karena disesuaikan dengan kondisi desa tersebut. Dengan adanya produk unggulan di setiap desa diharapkan ekonomi kreatif dapat bergulir di desa tersebut. Semoga saja program Desa Makmur Peduli Api ini dapat berlangsung secara berkelanjutan, sehingga tujuan akhir yaitu pelestarian hutan dapat tercapai.

Beragam hasil produk dari Desa Makmur Peduli Api
Selain itu dipamerkan juga produk yang berasal dari hutan. Favorit saya tentu saja Galeri Wongkito yang memproduksi kain dengan pewarna alami seperti gambir dan secang.

Bahan pewarna alami dari hutan untuk kain

Kain dari Galeri Wongkito

I love its patterns!
Mbak Anggi dari Galeri Wongkito juga memeragakan cara pembuatan kain dengan pewarna alami. Selain galeri Wongkito, Mellin Gallery juga memamerkan berbagai souvenir dengan bahan dasar limbah kayu.

Demo pewarnaan kain dengan pewarna alami dari hutan

Tas ddan souvenir bahan limbah kayu

Gantungan kunci dari bahan limbah kayu
Hutan dapat menjadi sumber berbagai macam produk, tanpa harus merusak hutan itu sendiri. Pada kesempatan ini diperagakan juga demo masak dengan menggunakan produk dari hutan berupa jamur.

Demo memasak jamur

Jamur crispy
Akibat pemanasan global sudah mulai dirasakan saat ini dan pengrusakan hutan merupakan salah satu yang berkontribusi terhadap pemanasan global. Beberapa cara dapat dilakukan untuk berpartisipasi dalam mengurangi pemanasan global. Misalnya mengurangi penggunaan plastik, maupun mengurangi konsumsi makanan. Salah satu bentuk dukungan lain adalah mendukung masyarakat yang berada di sekitar hutan dengan cara membeli hasil hutan yang diproduksi oleh masyarakat sehingga mereka bisa mencari nafkah tanpa merusak hutan. Ketika berada di desa Pagar Desa saya sempat membeli madu yang diproduksi oleh warga sana. Madu yang diproduksi berasal dari pohon yang tumbuh di sekitar desa ini.

Katanya madu berada di pucuk pohon ini
Saya berharap mereka mengelola peternakan madu secara profesional sehingga pemanfaatan hutan tanpa merusak hutan dapat terjadi. Selain itu, penanaman pohon-pohon yang dapat menjadi bahan baku produk unggulan desa seperti pohon gambir dan pohon-pohon lainnya dapat menghasilkan dua manfaat. Yang pertama, dapat meningkatkan tutupan hutan dan yang kedua adalah meningkatkan ekonomi kreatif di desa tanpa perlu merusak hutan. Pada akhirnya, kita juga yang merasakan manfaat hutan yang lestari. Oleh karena itu, ayo kita dukung pelestarian hutan dengan mulai membeli produk-produk yang dihasilkan dari hutan.
Untuk info lebih lanjut tentang perhutanan sosial bisa dilihat di website ini.
Sedih liat pohon itu kering. Semoga makin banyak warga yang diedukasi ttg bahaya membakar lahan ini ya mbak
Amiin
Wowww… Keren binggo hasil kainnya yaa 😀
Jadi naksir kan? :}
Saya tertarik dengan gantungan kuncinya …
Lucu-lucu …
Salam saya
Iya om. Kreatif ya?
Mereka kreatif ya om.