“Berapa harga barang ini?”
“Mahal”. terjemahan : kamu nggak akan mampu beli.
Pernah diperlakukan seperti itu ketika menanyakan harga barang? Saya sering. sering banget malah. mungkin itu berhubungan dengan penampilan saya yang dianggap miskin. Salah satu ceritanya adalah ketika salah satu penjual piano bekas yang ada di Jakarta mengadakan pameran di salah satu mall di kota saya beberapa tahun yang lalu. Ketika tahu saya hendak keluyuran di mall, salah seorang teman kantor saya meminta tolong kepada saya untuk menanyakan harga piano bekas tersebut.
Sebagai teman yang baik tentu saja saya menanyakan secara baik-baik kepada salah satu SPG eh boy yang berjaga di pameran tersebut.
Saya : “Harga piano ini berapa?”
SPB : “Ini mahal”
Saya : menarik nafas, tapi mengingat pesanan teman saya tersebut saya kembali berusaha menanyakan “Saya tahu ini mahal, tapi harganya berapa”
SPB : “Pokoknya mahal!”
WTF! Bodoh amat dengan teman saya, toh kalau dia mau dia bisa menanyakan sendiri. Bener-bener belagu SPB itu, sekadar piano bekas saja sombong. padahal siapa tahu saya cuma asisten yang disuruh sama majikannya untuk cek harga sebelum si majikan memutuskan untuk membeli piano. Dan ketika saya sampaikan kepada teman saya, yang bersangkutan langsung ogah untuk nanya-nanya lagi dan tentu saja batal untuk membeli piano bekas itu.
mungkin ini berhubungan dengan penampilan saya. tetapi saya jadi curiga, jangan-jangan orang tersebut nilai bahasa indonesianya jeblok atau ujian bahasa indonesianya nyontek jadi tidak bisa menjawab pertanyaan yang dimulai dengan kata berapa 😆
Pernah juga kejadian : si pacar ulang tahun, saya pengen ngasih kartu hallmark yang menurut saya lucu. dulu, iya dulu di Gramedia sini dijual juga kartu-kartu hallmark itu. sayang sekarang sudah tak ada.
Saya : “Yang ini ya mbak” *sambil menyerahkan kartu ucapan itu.
SPG : “Ini mahal lo mbak. 40 ribu!” lo kate gue gak mampu baca kalo harga kartunya segitu?
Saya : “Saya mau beli kok!”
SPG : “Oh!” *langsung bikin nota buat saya*
Saya tidak tahu kenapa saya seringsekali mendapatkan perlakuan seperti ini. tapi tolonglah diingat, jika suatu saat nanti teman-teman menjadi penjual jangan sekali-kali meremehkan seseorang hanya karena penampilannya. suatu saat nanti mungkin saya kaya raya lho… *eh*
makanya ada yg bilang
“jangan menilai hanya dari luar saja”..
sebel benget ya mbak ma orang kaya gitu..fyuhh..
Tapi ada hikmahnya loh mbak, misalnya para SPG/SPB yang suka nawarin kartu-kredit ato produk sambil ngeblok jalan orang pasti nge-skip kita.
*yang suka di-skip juga*
Pernah sekali digituin. Waktu masih “muda” dulu. Nanyain harga printer laser warna di sebuah mall di Jakarta. Aku pikir sih lebih karena aku masih kelihatan “muda” waktu itu, jadi pelayan tokonya meremehkan.
Beberapa tahun kemudian pas mampir di mall itu, iseng-iseng datang ke toko itu. Eh, pelayannya masih sama. Mungkin itu pemilik tokonya. Dan gak ada masalah, tuh. Gak diremehin lagi seperti dulu. Apakah karena wajahku sudah nampak kelihatan “
tuadewasa dan sudah bekerja” kali yak?‘puk puk puk’ mungkin dirimu perlu digemukkan sedikit jeng 😀
‘disikut tulang’
😀