When I open my status……

Akhir bulan kemaren, aku supervisi kegiatan di PKBI Sumsel. Ceritanya mereka ngadain pelatihan untuk waria dan remaja pekerja cafe. Tapi jangan dibayangin kayak Hard Rock Cafe ya…. Cafe di sini adalah tempat kayak balai desa yang separuh terbuka. Bukanya mulai jam 10 malam dan lagu yang diputer bangsanya SMS (pokoknya dangdutlah………..). Aku bukan akan cerita soal cafe (kapan-kapan deh, kalo pas maen ke sana……)

Yayak, Project Manager program ini sebelumnya sempat cerita tentang waria yang curhat ke temen-temen petugas outreach tentang status dirinya yang HIV positif. Tapi Bunga (anggaplah namanya begitu…..) belum berani cerita dengan teman-teman waria yang lain. Alasannya takut dengan waria senior. Ini juga sempat jadi masalah pada saat ada pertemuan dengan para waria senior di Palembang. Mereka menuntut untuk tahu siapa waria yang berani-beraninya kena HIV tapi gak mau cerita dengan para waria senior. Tapi kan…. tapi kan…… kita tidak boleh maksa orang untuk buka status HIV orang lain unless yang bersangkutan mau buka statusnya. Mana pada saat pertemuan itu, ada salah seorang waria senior yang dengan entengnya bilang ‘kalo perlu dikarantina aja……. daripada nular kemana-mana’. Rasanya aku mau bunuh diri pas denger statement itu….

Pada saat pelatihan itu, Yayak cerita lagi kalo ternyata Bunga pengen buka statusnya sama teman-teman yang lain. Yayak sempat tanya, ‘Kamu sudah siap? Resikonya adalah kamu bakalan dimusuhin dan dijauhi sama teman-temanmu” . Jawaban Bunga adalah, ‘Ya mbak, aku siap. Kalaupun mereka menjauhi aku masih banyak teman-teman yang lain yang mau menerima aku….. Lagian teman-teman PKBI tidak akan meninggalkan aku kan?’. Kemudian Yayak ngomong lagi, ‘kamu bakalan dijauhi sama waria senior lo’. Dengan cueknya Bunga menjawab ‘Mereka juga tidak melakukan apapun untuk diriku’.

Actually, aku gak tau yang mana yang positif ini. Tapi mendengar cerita kalo Bunga sudah pernah sampai ke stadium 3 dan sudah menjalani terapi ARV. Aku bisa tahu yang mana orangnya…..

Dibuatlah suatu sesi khusus untuk melihat reaksi teman-temannya yang lain. Pada tahap awal, Yayak dan teman-teman yang lain menanyakan reaksi mereka kalo ada teman yang HIV positif. Jawaban mereka adalah teman seperti itu perlu didukung, tidak perlu dijauhi dan juga tidak perlu dikasihani. Pada saat hampir tiba waktunya Bunga untuk cerita, kulihat Bunga begitu gugup, berkali-kali ia menatap temanku Apit yang juga jadi konselornya. Tangannya gemetar (aku juga gemetar, mungkin karena ini kali pertama aku menyaksikan testimoni yang dibuat di kalangan teman sendiri). Dan ketika ia diminta maju, Bunga maju tanpa ragu-ragu. Tapi begitu ia memegang mike, bisa terlihat kalo ia begitu gugup.

‘Teman-teman, aku mau cerita dengan teman-teman soal statusku….. Aku HIV positif sejak bulan puasa kemaren. Awalnya aku sakit-sakitan………’ Lupa deh terusannya apa. Tapi akhirnya Bunga mengatakan, ‘aku tidak membutuhkan uang ataupun bantuan apapun dari teman-teman sekalian. Yang aku butuhkan adalah dukungan dari teman-teman. Itu saja….’

Aku merasa ditampar dengan ucapan itu, Kadang-kadang kita memang beranggapan bahwa yang mereka butuhkan adalah bantuan gizi dan terapi ARV. Kita lupa bahwa mereka juga butuh dukungan kita, butuh kita sapa dan butuh kita anggap teman. Bukan cuma ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) yang perlu dibantu oleh donor…… Dan juga orang yang terlihat begitu kuat sebenernya orang yang paling butuh bantuan kita. Walaupun Bunga mengatakan biarkan saja orang tidak mau berteman dengannya, aku tahu hatinya terluka kalau ada penolakan dari orang-orang di sekitarnya.

2 thoughts on “When I open my status……

  1. Pingback: My afternoon visit « Itik Kecil

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.